Laman

Kamis, 14 Oktober 2021

anomali, cosmos, revenge

bahwa semesta yang mereka katakan itu benar, pembalasan terbaik adalah dari semesta selalu melalui cara yang unik, biarkan saja semesta yang bekerja, toh waktu kok yang bakal membuktikan. 

kalaupun hati itu sudah mati, ataupula tentang cara bertahan dengan menyembunyikan semuanya luka, setiap manusia memiliki survival yang nyentrik, tinggal wait and see aja.


ya begitulah.

Senin, 10 Oktober 2016

dikatakan atau tidak itu tetap sebuah perasaan..




Setelah sekian lama terhenti dalam menulis tulisan yang antah berantah dan dengan frase kemajemukan yang homogeny, terbesit rasa kangen yang luar biasa untuk menggoreskan secarik tulisan-tulisan unformal untuk mengotori dinding putih yang Nampak suci ini. Masih bertemakan sebuah kedigdayaan sebuah perasaan, maha rasa yang tidak akan pernah berhenti menguntai dalam buliran kias perjalanan kehidupan, ya demikian lah perasaan, selalu ada didalam jati diri setiap insan yang diberikan anugrah kewarasan untuk memiliki perasaan itu, dikatakan atau tidak, itu tetap perasaan yang haq dan benar.
Dalam klausan tulisan ini, seperti biasa penulis masih ”tresno lan gandrung”  ( suka dan senang ) dalam menyampaikan tulisan-tulisan yang bernuansa romansa, karena harfiahnya perasaan itu sebuah nyawa dari kehidupan manusia-manusia yang mengaku waras. Jadi tidak menjadi alasan untuk tidak menceritakan secara abstrak tentang harmoni romansa dalam kehidupan empiris maupun fiktif dari sudut pandang manusia yang satu ini.
Entah dari mana harus dituliskan kembali klausa phrase dari ide tullisan ini, tetapi yang jelas bahw perasaan itu acapkali sering kali terbawa fenomena falsafah kehidupan yang dikisahkan dalam berbagai bentuk adegan yang dipertontonkan ataupundituliskan dalam bentuk mahakarya tulisan pencetus, dengan dikung era yang super berkembang ini falsafah percintaan mulai merambah diberbagai dunia-dunia kekinian yang menghujar hampir disetiap lini elemen masyarakat, apa itu salah? Tentu tidak, karena perasaan itu adalah sebuah kemurnia yang mendasar pada setiap kehidupan masyarakat, maupun individu pada khususnya, namun alangkah lebih bijaknya apabila dipandu secara benar dalam mengelola perasaan itu, agar supaya tidak terjadi sebuah “kecelakaan” yang mengakibatkan dua sejoli terperanggah dalam kedewasaan dini.

Era Gadget, era maya.
Dari masa ke masa kenyataan perasaan itu tetaplah sama, tetapi hanya saja seiring dengan perubahan zaman,maka pernyataan perasaan itulah yang bisa diekspesikan melalui berbagai wahana, apalagi sekarang ini adalah zamannya dimana kuota internet lebih berharga dari isi perut yang kosong, melalui kuota internet inilah banyak kalayak yang dapat mengekspose segala bentuk perasaan yang sedang melandannya, terkesan agak fulgar tetapi itulah kekiniannya. Autisme era gadget.  Sekarang mah enak pake banget dalam menjalin sebuah hubungan yang hingga jadi perasaan (mungkin baper), dengan diimbangi teknologi canggih era gadget dan tetek mbengeknya, memudahkan bagi pemain perasaan dalam menjalankan gempita perasaanya, tidak usah dipungkiri dewasa kitapun juga demikian adanya. Tidak dapat disalahkan dan tidak dapat dilewatkan, karena dengan adanya produk gadget inilah mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat #eh, tak perlu bernista untuk menunjukkan perwujudan perasaan dari hasil gadget ini, jika boleh diistilahkan “gadget dan kuota ada sejoli, jika tidak beriringan maka masih ada wifi-mifi untuk menyambungkannya,tetapi jika sudah tidak terkoneksi, maka lenyap sudah kehidupan mayamu”, bisa dikatakan ini adalah sebuah gambaran abstark yang sedang dinisbatkan untuk para penikmat hubungan melalui tranmisi elektromagnetik udara (red:signal).

Basa-basi..
Dalam era dewasa ini basa-basi adalah senjata pertama yang digaungkan untuk memperoleh perhatian dari lawan jenis, sebuah kemanusiawian yang terbentuk karena perkembangan kemodusan yang terus menerus berkembang biak. Back to the topic, dikatakan atau tidak itu tetep perasaan, pasti dalam diri kita tanpa perlu munafik juga pernah mengalami hal yang sedemikian, tak usah perlu disangsikan atau disanggah, karena saya yakin pasti setiap yang berakal waras pasti mempunyai kecenderungan dalam hal ini. Mau dikatan atau tidak perasaan itu tetap ada, bisa jadi perasaan itu akan tersalur pada harapan yang diinginkan atau malah juga akan kandas karena faktor X dari satu pihak atau kedua belah pihak, tak perlu disesali, karena itulah sebuah resiko dalam perasaan. Sebenarnya banyak urgensi yang mempengaruhi dari sebuah retorika perasaan, apakah perasaan terbawa karena terbiasa atau bisa juga karena memang karena sebuah keterkaguman dari salah satu sisi pribadi dari seseorang. Dengan berbagai pertimbangan yang dipikirkan oleh pemilik perasaan dari salah satu pihak juga mampu mengintervensi perasaan itu yang pada akhirnya akan menuai hasil pada sebuah muara, entah muara pada luasnya paras lautan, ataukan bermuara pada curamnya air terjun.
Eng.ing eng, dalam berbagai masalah perasaan adalah masalah dimana tujuan perasaan itu harus dilabuhkan secara benar dan tepat, jika hanya mengejar gengsi karena mengedepankan “keirian” karena para truk sudah gandengan maka bisa jadi perasaan itu hanya sekedar lewat semata dan hanya akan seperti bis yang singgah sana singgah sini dalam mencari warna. Maka disinilah perlu adanya sebuah kedewasaan dalam bertindak dan menindaklanjuti dari pesona perasaan, menempatkan perasaan disaat yang pas, siap dan mampu adalah kunci dari bagaiamana labuhan perasaan itu akan bermahligai secara tentram. Maka jika sudah pernah terlanjur nyemplung pada perasaan yang salah cukupkanlah hal itu sebagai pembelajaran untuk menjadi seseorang manusia yang layak dianggap manusia yang  berperasaan. Tak ayal bahwa kontroversi perasaan itu dilebaykan menjadi sebuah  penohok yang disaksikan oleh beberapa orang karena ketidakmapaan dalam melabuhkan perasaan dalam hatinya.
Perasaan itu perlu diperjuangkan? Tentu saja demikian setiap perasaan harus diperjuangkan, banyak hal positif yang bisa kamu lakukan dalam memperjuangkan perasaanmu itu, tetapi jangan sampai bodor dan tolor dalam mengekspresikan hal yang sedemikian itu hingga membuatmu merasa konyol dengan dirimu sendiri. Perasaan itu sifatnya suci, jangan nodai dengan nafsu-nafsu yang nantinya akan mematikan nalar sehatmu. Memperjuangkan perasaan itu susah-susah gampang, perlu persiapan ekstra dalam hal ini, bisa jadi ketika kamu sudah siap dengan hal mulai dari kemapanan psikismu, kematangan pemikirannya, kesabaran hatimu akan terbentur pada sebuah keputusan dan dogma, sehingga menyebabkan misi gagal, tetapi dunia tidak berhenti sampai disitu, masih banyak hari esok untuk lebih bersikap arif, mungkin Tuhan mempersiapkan kado istimewanya untukmu, hanya saja tetaplah untuk bersabar.
Ekspesi perasaanmu jangan sampai berimbas pada normatif perilakumu, bahkan seringkali tempramen dari seseorang  terbawa pada nuansa perasaan sehingga mudah emosi, galau, sempit fikir dan lain sejenisnya, dan hal ini yang mungkin banyak dikisahkan dalam acara telenovela di sinetron-sinetron teve, TAPI, serial di teve itu nggak selalu sejalan dengan empiris dinyatanya, karena di teve selalu menayangkan happy ending, la kalo riilnya? Beda jauh lah ya.
jika bisa dikatakan, jangan aktingkan perasaanmu seperti kooptasi telenovela teve yang sudah meracun pada pemikiranmu, cukup-kan yang ada,jangan lebih dan kurangkan. Karena semuanya sudah ada yang ngatur tho, tinggal dekati yang Ngatur (sutradara yang Haq), baru jalani.

No drama, no acting, just say it
Dalam menggaungkan perasaan nggak perlu berdrama sampai berdarah-darah hingga sampai membuatmu linglung seperti orang yang mempunyai kewarasan lebih, cukuplah gaungkan perasaanmu dalam nilai positif, tanpa acting dan tanpa mendramalisir, capeklah tentu ketika kita mendramakan perasaan kita. Toh  dalam menampilkan dan atau manyatakan perasaan  yang natural itu lebih indah kok, tanpa ada retorika lebay yang dijalankan. Nyatakan aja perasaanmu, tetapi juga perlu menunggu momentum yang tepat, jangan sampai si doi lagi banyak masalah atau sedang berbulan, yang ada kamu malah kena semprot,omel dan lain lain. Testimony menyatakan perasaan haruslah dengan sebuah kemapanan perasaan, perasaan antara diambang kemenangan atau kekecewaan, but, istilah kekecewaan harus dihapuskan karena hal itu hanya akan membuatmu lemah, lebih tepat apabila kekecewaan itu diganti dengan kurang beruntung, itu jauh lebih baik. Apabila perasaan itu sudah dirasa siap namun tidak jua kau nyatakan karena dari segi kamunya yang belum siap maka segera persiapkan segala bentuk kemungkinan. Karena perasaan yang benar itu nggak akan pernah salah dan tertukar. Begitulah perasaan, menggunggah sejuta keagungan yang tidak dapat dimanifestokan pada kolosal drama, tidak dapat diintervensi pada keumuman sikap, dan cukup katakan.

Rabu, 04 November 2015

Kalam Rindu



tancap rindu yang mengkalam sukma
mengalun gundah..
nada-nada syair rindu yang terlantun
mulai dihempas angin sepoi
terombang ambing lantun langut rasa
sepih tual asmara menjeram asa,
kekasih...
elegi rindu ini terbujur diam
seketika parasmu gelap mendekap
menggoyah sulbi cintaku
mengkebiri pandang rana imajiku,
cumbu ini semakin menguat
tanpa daya tak kuasa
memenja rindu yang antah berantah mengalun
tertunduk pasrah, memujamu yang terawang silu
bagai hati yang terkikir menahan lara
kerinduanku yang tanpa bertuan
kalam….


Balada CintA


“Tuhan,jikalau memang Engkau memberikan kuntum asmara yang menggebu ini dalam sukmaku, lantas kenapa masih Kau memberikan logaritme asmara yang enggan kupecahkan”.
Seutas tanda tanya yang masih terngiang dalam rona percik asmara, entah itu hanyalah kamuflase atau memang kenyataan seperti ini. Tanda tanya semakin besar seketika pancaran asmara itu terbentang kesenjangan yang saling bertolak belakang,lantas apakah ini akan menjadi sebuah ke-fair-an perasaan?. Ah…baper nih mimin…

“cinta bukan hanya seperonggoh keinginan, ego, bahkan nafsu untuk saling memiliki, tapi lebih pada cara untuk merelakan dengan ikhlas”.
Bukan berarti menyerah pada keadaan dan pasrah begitu saja, tapi memahami bagaimana jalan terbaik yang harus ditempuh. Sekalipun harapan itu besar untuk menyandingkan hati dengan hati, seberapa besar cinta itu kau tancapkan, jikalau sudah suratan takdir tidak mampu menyatukan maka hanya kelapangan dada yang semestinya dipampangkan.

“cinta turun dari mata ke hati atau dari hati ke hati?”
Balada cinta inilah yang masih menjadi polemik seantero abad zaman baper, masih 50:50 antara keduanya, tidak bisa dipersalahkan antara argumen yang satu dengan satunya, tapi yang jelas cinta itu menyebabkan logika dan perasaan itu lumpuh, otak sekarat, bagai penyakit yang susah disembuhkan bahkan bisa juga disebut penyakit kronis level akhirat (dalam hal asmara). Tapi jatuh cinta itu indah, karena membuat hati berbunga dalam kuncup-kuncup kembang cinta..

“jatuh cinta itu mudah, bisa jatuh dimana saja dan cukup sediakan wadah untuk menampunya,yakni hatimu, bukan nafsumu.. jatuh cinta itu nggak perlu “mahal” dan biarkan mengalir begitu saja, simple”.
Ya memang, masalah cinta adalah hal paling sensitif untuk diperdebatkan, apalagi cara cinta itu datang begitu “ajaib” bisa turun kapan saja, tanpa memandang musim kemarau kering keronta, musim hujan badai,musim ceri bahkan musim dompet kering. Kalau awam dan hemat saya sih cinta itu nggak perlu “mahal”, wong cinta itu sendiri bisa jatuh dimananpun dan kapanpun kepada mereka yang damai hatinya (tapi bisa saja itu jadi cinta sesaat atau cinta sesat? entahlah).Tapi entitasnya, kebanyakan cinta itu hanya sebagai umbar perasaan karena belum matangnya kedewasaan seseorang, atau mungkin hanya sebagai pembuktian bahwa mereka yang mengatasnamakan cinta adalah makhluk paling sempurna? Ah sudahlah.. persetan dengan pengakuan cinta untuk kesempurnaan, apalagi kalau hanya mencintai pada satu manusia,


cinta hanya masalah waktu..”
Cinta yang sejati adalah cinta yang benar-benar terbenarkan karena adanya perasaan yang nyata tanpa direkaya maupun hanya diperuntukkan pencitraan. Harfiahnya cinta itu membawa nuansa kedamaian yang menaungi hati-hati yang memang sudah siap (bukan berarti nggak siap hatinya nggak punya cinta sejati, mungkin sedang dipersimpangan aja kali yaa :p). tidak ada yang tahu cinta itu akan datang,ini hanya masalah waktu, apakah akan ada kesabaran atau ketergesaan dalam mencintai seseorang. Cukup rumit,bahkan jika dijabarkan dalam rumus matematika, Einstein juga gak bakal nemu rumusan datangnya cinta.. hahah


Bersambung dulu,mimin habis akal…

Kamis, 15 Oktober 2015

#anomalitas3

.....
kekasih,
rona wajahmu menghukum tawa
merasuk imaji membekap naluri
merajuk simponi
memanja asmara..
terbuai sirna tanpa mendekap
mati berimajinasi..


haru biru seruni biru  langit
tergambar angkuh memandang sunyi
sengkuni rindu melandai ranum
menerpa bias hasrat irama angin
memampang klausa sebuah batasan
menghimpit rindu
yang tiada balas..
sang dewi malam.....